Launching BRI Micro & SME Index Diprediksi Tak Hasilkan Manfaat Bagi UMKM

Masa Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di tengah pandemi Covid-19, banyak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memilki program untuk meningkatkan aktivitas Usaha Mikro Kecik Menengah (UMKM).

Salah satunya dari bank pelat merah, PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Persero yang hari ini meluncurkan BRI Micro & SME Index (BMSI) pada Rabu (11/11). Harapan BRI dari peluncuran itu ialah optimistis kinerja kuartal pada akhir tahun yang akan semakin menggeliat.

BRI Micro & SME Index sendiri merupakan penilaian pelaku UMKM atas aktivitas yang terdiri dari dua indeks. Pertama, indeks aktivitas bisnis (IAB) untuk melihat situasi saat ini. Dan kedua, indeks ekspektasi aktivitas bisnis (IEAB) untuk mengukur ekspektasi 3 bulan yang akan datang.

Hasil survei menunjukkan BRI Micro & SME Index (BMSI) naik dari 65,5 menjadi 84,2 di kuartal III-2020 dan diproyeksikan meningkat menjadi 109,3 untuk kuartal IV-2020.

“Indeks ini kami launching pada hari ini untuk digunakan mengukur aktivitas bisnis UMKM dan kami buat sebagai bentuk kepedulian BRI terhadap aktivitas UMKM Indonesia serta akan menjadi salah satu leading indicator pertama di Indonesia yang mengukur aktivitas UMKM,” kata Dirut BRI Sunarso di sela-sela peluncuran tersebut.

Menggeliatnya aktivitas UMKM tersebut juga berdampak positif terhadap kinerja BRI hingga akhir kuartal III/2020. Di tengah pandemi yang masih terjadi dan upaya-upaya penyelamatan UMKM serta implementasi PEN, BRI masih mampu mencatat pertumbuhan kredit dan simpanan yang positif dan ke arah yang lebih baik.

Di tempat terpisah, Ketua IUMKM Akumandiri, Hermawati Setyorinny menyambut baik upaya BRI tersebut dalam menopang aktivitas UMKM nasional.

Namun di sisi lain, Rinny biasa disapa, mengingatkan agar para UMKM juga harus dibekali oleh kemampuan digital yang baik sehingga bisa memanfaatkan sarana tersebut.

Launching bagus-bagus saja tapi kalau ditanya dampaknya bagi UMKM khususnya mikro mereka tidak faham hal begini, karena meleknya digital mereka lebih ke orientasi market. Jadi harus ada langkah konkret agar ada dampak yang signifikan bagi UMKM khususnya mikro,” ujar Rinny dalam keterangannya.

Dia menyebut hal tersebut hanya merupakan penilaian pelaku UMKM atas aktivitasnya. Atau dengan kata lain hanya sebagai alat ukur yang muncul karena bentuk kepedulian saja.

“Tinggal setelah itu bagaimana langkahnya yang signifikan bagi majunya UMKM khususnya mikro atau hanya sebagai leading indicator, jadi tidak berdampak langsung dengan UMKM- nya,” jelas Rinny.

Wanita asal Semarang itu berharap implementasi atas program pemerintah yang sudah ada harus benar-benar tepat sasaran. Kemudian yang paling penting menurutnya ialah harus ada pembinaan dan pendampingan yang serius.

“Pembinaan dan pendampingan harus melibatkan masyarakat UMKM-nya. Mereka yang di bawah assosiasi/organisasi/perkumpulan/koperasi harus diajak terlibat, mulai kita mau dan siap bergotong royong bahu membahu supaya maksimal dan tercapai tujuan UMKM sebagai variabel signifikan ekonomi bangsa. Kalau masih sendiri-sendiri tidak bisa, mereka akan mementingkan kepentingan masing-masing,” bebernya.

Sejauh ini Rinny juga melihat BUMN yang tergerak dalam pengembangan UMKM hanya melakukan pembinaan dan pendampingan terhadap UKM binaannya. Begitu juga dengan Dinas Koperasi hanya memikirkan UKM anggota binaannya.

“Nah yang tidak masuk di ranah itu, ada di kantong-kantong asosiasi atau organisasi. Ajak mereka terlibat dan sinergi. Pakai tangan mereka untuk bergerak membantu UMKM,” pungkasnya.